Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan mesti mengubur mimpinya menjadi Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029.
Pasalnya, Anies telah dinyatakan kalah di Pilpres 2024 usai Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres yang dia ajukan. Selain dia, capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo pun mengajukan permohonan yang sama, namun ditolak MK juga.
Dalam putusan MK yang dibacakan pada Senin (22/4), terdapat tiga hakim yang berpendapat berbeda (dissenting opinion) yakni Wakil Ketua MK Saldi Isra, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, dan hakim konstitusi Arief Hidayat.
Adapun Anies berpasangan dengan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) kala maju di Pilpres 2024 ini.
Anies kalah dari lawannya, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto yang sudah kalah tiga kali dalam Pilpres (satu kali sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009, dan dua kali sebagai calon presiden pada Pilpres 2014 dan 2019).
Lantas, ke mana lagi langkah politik yang akan ditempuh oleh Anies usai kalah Pilpres? Apalagi Anies sejauh ini tergolong nonpartai, berbeda dengan Ganjar yang merupakan kader PDIP.
Analis politik Agung Baskoro menilai arah politik yang paling memungkinkan diambil Anies adalah maju kembali ke Pilkada Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
“Menimbang dia adalah petahana dan memiliki tingkat elektabilitas-kinerja yang baik,” ujar Agung kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/4).
Diketahui, sebelum mengikuti kontestasi Pilpres 2024, Anies adalah Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Setelah ditinggal Anies, kursi gubernur itu diisi penjabat hingga pelaksanaan Pilkada 2024 serentak.
Jika memutuskan bersaing di Pilkada Jakarta, Agung skeptis dengan kendaraan partai politik yang mungkin mengusung dirinya.
Pada Pilpres 2024, Anies diusung koalisi perubahan yang terdiri atas NasDem, PKB, dan PKS.
Menurut Agung, di titik inilah NasDem, PKB, dan PKS mengemuka karena ketiganya adalah motor utama Koalisi Perubahan ketika Pilpres 2024 yang berpotensi melanjutkan kerjasama di Pilkada DKJ.
Namun, Agung juga mempertanyakan apakah Anies berkenan maju Pilkada. Atau, sambungnya,apakah Koalisi Perubahan tertarik mengusung Anies di Pilkada.
Sejauh ini, NasDem mengisyaratkan lampu hijau untuk mengusung Anies di Pilkada Jakarta. Pada 15 April lalu, Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menyebut ketua umumnya, Surya Paloh, sudah mempersilakan Anies Baswedan jika ingin maju lagi di Pilgub Jakarta 2024.
Willy menyebut pembahasan itu telah dibahas oleh Surya Paloh dan Anies pada 18 Maret lalu. Willy menyebut Surya Paloh menyampaikan kepada Anies bahwa politik adalah kartu yang tidak boleh mati.
Sementara itu, beberapa waktu lalu, Presiden PKS Ahmad Syaikhu justru mengatakan partainya tak akan lagi mengusung Anies menjadi calon gubernur Jakarta pada Pilkada 2024. Alasan partai yang mengusung Anies di Pillgub Jakarta 2017 itu karena menilai eks Mendikbud itu saat ini sudah menjadi tokoh nasional.
Selain itu, mengutip dari detik.com pada 21 April lalu, Ketua DPW PKB DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas mengatakan partainya terbuka jika Anies Baswedan ingin maju untuk mencalonkan diri. Di tempat terpisah pada hari yang sama, Muhaimin yang juga Ketum PKB mengaku berharap koalisi perubahan tetap bisa berjalan pengusungannya di Jakarta. Kendati demikian, pihaknya menyebut belum menentukan calon yang akan diusung nantinya.
Momentum politik Anies
Terpisah, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai ke depan, figur Anies belum tentu sekuat sekarang. Apalagi, sambungnya, dinamika politik yang cepat berubah.
Ia menyebut Anies semula adalah seorang ‘rising star‘, karena bukan seorang kader partai tetapi kerap diberi karpet merah dalam kontestasi politik dalam setidaknya 10 tahun terakhir. Contohnya, oleh Gerindra saat maju Pilkada DKI Jakarta dan memenangkannya meski melawan petahana. Kemudian, ketika dan diberi kesempatan oleh NasDem, PKS, dan PKB menjadi capres di Pilpres 2024.
Kendati demikian, Anies juga dinilai mudah untuk ditinggalkan partai politik apabila sudah tidak lagi memberikan pengaruh elektoral.
“Makanya memang Anies harus legowo dan mulai dari awal, tidak apa, yaitu menjadi kader partai. Karena memang mau tidak mau langkah itu yang harus ditempuh untuk bagaimana menjaga asa bahwa figur dia itu masih panjang untuk ke depannya,” jelas Adib kepada CNNIndonesia.com, Rabu ini.
Adib menilai memang kelemahan Anies saat ini adalah tidak tergabung dalam partai politik apapun. Oleh karena itu, menurutnya tiket ke panggung politik–apalagi pilkada–bagi Anies tak akan semudah sebelum Pilpres 2024.
“Untuk menjaga asa dia ke depan memang harus menjadi seorang kader partai. karena tiket itu saya kira tidak akan semudah yang sekarang. Menjadi kader partai adalah sebuah pilihan karena memang Anies lemahnya di sini begitu,” kata Adib.
Di satu sisi, Adib menilai Anies cocok apabila bergabung ke PKS. Hal itu bertalian dengan ceruk pemilih dan frame politiknya yang sama, sehingga mudah untuk Anies ‘klik’ dengan PKS.
Selain itu, Adib berpandangan peluang Anies maju pilkada masih dinamis.
Ia menyinggung pernyataan PKS tidak akan lagi mengusung Anies lagi karena dinilai sudah menjadi tokoh nasional untuk memancing Anies agar mau merapat menjadi kader PKS.
Adib pun menilai PKS masih bisa saja mengusung Anies di Pilkada Jakarta, karena kans menang yang masih besar.
“Walaupun nantinya secara politis Anies itu bisa dipersepsikan downgrade politik gitu ya dari capres menjadi cagub lagi gitu kira-kira. Saya kira ini bisa menjadi sebuah pilihan untuk menjaga asa untuk Anies itu sendiri,” ucap Adib.
“Maka dari itu, saya kira peluangnya bisa dua, pak Anies harus mengisi titik lemah, yaitu masuk partai politik. Dan yang kedua saya kira kalau untuk konstelasi di Pilgub gitu ya berpeluang besar pak Anies masih menang,” imbuhnya.
Baca halaman selanjutnya