Jakarta, CNN Indonesia —
Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilihan Provinsi Riau Nomor urut 8 Edwin Pratama Putra mengklaim pihaknya menemukan kecurangan berbentuk pemalsuan tanda tangan dan perusakan kotak suara dalam Pemilu 2024.
Hal tersebut ia sampaikan saat Panel 1 sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (29/4).
Didampingi kuasa hukumnya, salah satu anggota DPD termuda itu hadir dan menyampaikan keterangannya kepada tiga hakim konstitusi, yakni Suhartoyo, Daniel Yusmic, dan Guntur Hamzah.
Salah satu dari beberapa tuntutan yang dilayangkan adalah Edwin dan timnya menemukan dugaan pemalsuan tanda tangan saksi pihaknya dalam dokumen hasil pemungutan suara.
“Terjadinya pemalsuan tanda tangan saksi-saksi kami di DPD RI, dan ini dialami oleh lebih dari 12 anggota DPD,” kata pihak Edwin.
Tak hanya itu, kotak suara yang hendak dibuka pihaknya bersama pihak KPU Kota Pekanbaru dan Indragiri Hilir untuk kepentingan bersidang di MK, ditemukan dalam keadaan rusak dan data yang dicari juga tidak ditemukan.
“Namun, ibarat menyimpan bangkai, kecurangan-kecurangan tersebut di depan mata para hadirin yang hadir, semua kotak suara yang dijadikan sampel rusak Yang Mulia, tidak bersegel, dan semua yang dicari tidak ditemukan,” ucapnya.
“Dan yang lebih parah lagi, di Kabupaten Indragiri Hilir, terjadi hal yang sangat mengejutkan, dimana kotak suara ditemukan sudah tidak lagi utuh, terlipat-lipat Yang Mulia, semua ada videonya,” ungkap pihak Edwin.
Ia juga mengatakan pencalonan DPD RI di Provinsi Riau dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif dan berusaha untuk memenangkan calon anggota DPD RI tertentu.
“Kami jabarkan apa yang menjadi temuan kami Yang Mulia, ini kami sebut bukan lagi kecurangan, tapi kejahatan konstitusi terjadi berjenjang yang khususnya pengkondisian calon pemenangan anggota DPD RI tertentu,” kata Edwin.
Gugatan Edwin menjadi satu dari 12 gugatan lainnya yang disidangkan MK untuk sengketa Pileg DPR, DPD, DPRD Provinsi Riau di Panel 1 MK, hari ini.
MK diberikan waktu untuk menyelesaikan perkara PHPU Legislatif paling lama 30 hari kerja sejak perkara dicatat dalam e-BRPK.
(rts/chri)