Jakarta, CNN Indonesia —
Karutan nonaktif Achmad Fauzi menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap dirinya dalam kasus dugaan pemerasan tidak sah. Hal itu disampaikan penasihat hukum Achmad Fauzi, Aji Saepullah.
Dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Aji menyatakan KPK telah menyalahi aturan hukum acara pidana dan bertindak sewenang-wenang dengan menetapkan tersangka pada pemohon tanpa ada pemeriksaan terlebih dahulu.
“Menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap pemohon oleh termohon tersebut,” ujar Aji dalam surat permohonannya yang dianggap dibacakan, Senin (29/4).
Menurut Aji, kliennya tidak diberi kesempatan oleh penyidik KPK untuk dimintai keterangan yang seimbang sebagai saksi atau calon tersangka pada tahap penyelidikan maupun penyidikan.
“Setelah termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka secara sewenang-wenang dan melanggar hukum tersebut, ternyata termohon baru kemudian mencari-mencari alat bukti. Tersangkakan dulu, baru mencari alat bukti,” ucap Aji.
“Tindakan melakukan pemeriksaan alat bukti setelah proses penetapan tersangka tidak didasarkan pada dua alat bukti sebagai bukti permulaan yang cukup sebagaimana ditentukan dalam Pasal 44 UU KPK, KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014,” lanjut dia.
KPK melalui Tim Biro Hukum akan menjawab dalil-dalil permohonan tersebut pada Selasa (30/4) besok.
Petitum lengkap permohonan Achmad Fauzi sebagai berikut.
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan dari pemohon Achmad Fauzi untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perbuatan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan yang sewenang-wenang karena tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku;
3. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/40/DIK.00/01/02/2024 tertanggal 20 Februari 2024 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/40A.2024/DIK.00/01/03/2024 tertanggal 01 Maret 2024 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait dugaan peristiwa pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 huruf (e) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Menyatakan penyidikan yang dilaksanakan oleh termohon terhadap pemohon terkait dugaan peristiwa pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 huruf (e) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
5. Menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap pemohon oleh termohon tersebut;
6. Menyatakan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/40/DIK.00/01/02/2024 tertanggal 20 Februari 2024 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/40A.2024/DIK.00/01/03/2024 tertanggal 01 Maret 2024 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka;
7. Menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor: Sprin.Han/24/DIK.01.03/01/03/2024 tertanggal 15 Maret 2024 jo Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: 31/TUT.00.03/24/04/2024 tertanggal 1 April 2024 yang diterbitkan oleh termohon terhadap pemohon adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
8. Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon dari Rumah Tahanan Negara;
9. Menyatakan segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap pemohon di dalam perkara a quo adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
10. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya;
11. Membebankan biaya perkara pada negara senilai nihil.
Atau, apabila Yang Mulia Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
(ryn/chri)